Resensator: Damara P.S
Judul Buku: Hello
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Sabak Grip Nusantara
Tahun Terbit: 2023
Jumlah Halaman: 320 halaman
ISBN: 978-623-882-968-2
Rumah
Kenangan dan “Hello” yang Tertunda Dibalas
Apakah kisah ini tentang seorang arsitek muda
bernama Ana? Yang salah satu hasil renovasi bangunannya mendapatkan penghargaan
prestius di bidangnya? Atau kisah ini tentang sebuah rumah yang menjadi proyek
baru Ana? Tentu, kisah ini bukan tentang salah satunya. Melainkan keduanya yang
saling berkelindan.
Novel Hello dimulai dengan pengenalan tokoh
bernama Ana. Seorang arsitek wanita muda yang namanya sedang berada di atas
angin. Baru-baru ini ia dikenal banyak orang, terutama oleh mereka yang hendak
merenovasi rumah atau bangunan dan ingin proyek renovasi itu dipegang oleh
ahlinya.
Adalah Patrisia Helena, wanita pemilik sebuah
rumah di lereng bukit sekaligus klien yang puas terhadap hasil renovasi yang
dikerjakan Ana. Rumah Patrisia mendapat penghargaan sebagai Rumah Tropis
Terbaik di Dunia. Itulah yang membuat nama Ana sebagai arsitek muda lekas
melambung.
Patrisia merekomendasikan Ana kepada Hesty,
kawan lamanya semasa sekolah. Hesty memiliki sebuah rumah warisan yang telah
lama tidak ditinggali. Di belakangnya terdapat sebuah bangunan tambahan. Rumah
dan bangunan itu butuh penyegaran, alih-alih dirombak atau dirobohkan. Ini
karena Hesty ingin semua kenangan di rumah tersebut terjaga melalui bentuk yang
dipertahankan.
Proses penyegaran itu menuntut Ana untuk menelusuri
lebih dalam tentang masa lalu rumah dan
bangunan tambahan tersebut. Tentu saja, hal ini sama dengan memutar kembali
seluruh kenangan itu dari sudut pandang Hesty, si empunya rumah.
Melalui kisah yang dituturkan Hesty, Rita, dan
Laras, masa lalu itupun dipaparkan. Kenangan tentang masa kecil mereka dan
kisah tentang Tigor, seorang anak pembantu yang bekerja untuk keluarga Raden
Wijaya. Ya, novel Hello sejatinya mengungkap kisah cinta klasik milik Hesty dan
Tigor.
Sudah menjadi aturan tidak tertulis pada masa
itu, seorang yang berasal dari keluarga darah biru harus menikah dengan
seseorang yang “sekufu”. Kalau bukan dari keturunan darah biru, bolehlah dengan
keluarga yang tinggi jabatan, berpendidikan, dan berharta banyak.
Kisah cinta Hesty dan Tigor tergolong rumit.
Tigor memang orang yang tinggi jabatan, berpendidikan, dan berharta banyak.
Namun semua itu seolah tidak ada artinya di mata ayah Hesty. Ayahnya kaku
meminta Hesty menikah hanya dengan mereka yang memenuhi tiga kriteria tersebut
ditambah satu lagi: keturunan darah biru, ningrat, atau bangsawan. Bukan malah anak
dari keluarga pembantu.
Tigor sebenarnya bukan tipe orang yang mudah
menyerah. Meskipun ketika ombak pertama menghantam, ia sempat hendak berpasrah.
Patrisia adalah salah satu yang berjasa dalam kisah Hesty dan Tigor. Turun
tangan atas permintaan Hesty untuk membantu memuluskan hubungan rumit itu.
Ujian cinta Hesty dan Tigor sudah macam ombak
yang bergulung disertai badai di tengah lautan. Kemudian langit dan laut
sementara tenang untuk beberapa saat kembali mengembuskan angin kencang yang
menggoyangkan keyakinan. Restu. Itulah yang mereka harap dari ayah Hesty yang
berhati bagai batu. Bahkan hingga tutup usia, hati itu masih membatu.
Menyisakan pertanyaan bagi Hesty dan Tigor.
Menyisakan “Hello” dari Hesty di ujung telepon yang tak mampu pun tak sempat dibalas kembali oleh kekasihnya
itu. Menyisakan salah paham di ujung kisah cinta mereka. Ujung? Tidak.
Sebenarnya ujung itu masih sempat ditolong oleh Ana.
Novel Hello memang fiksi. Tapi kisah cinta
Hesty dan Tigor banyak dijumpai. Tidak hanya di masa yang menjadi setting waktu
kisah Hesty dan Tigor, melainkan hingga kini. Perbedaan garis keturunan masih
menentukan apakah cinta kedua insan dipersilakan melangkah ke jenjang
pernikahan.
Ide cerita novel Hello yang terasa begitu
realistis meskipun hanya fiksi, membuat novel ini layak mendapat apresiasi.
Tidak hanya berisi kritik sosial yang mempertanyakan kelayakan meneruskan
sebuah tradisi, melainkan juga pelajaran berharga yang bisa dipetik.
Hesty dan Tigor memang menghadapi sosok ayah
yang keras kepala sekaligus keras hati. Tetapi sebagai anak, Hesty tetap
menunjukkan rasa hormat dan menghargai. Ia lebih memilih cara yang diplomatis.
Melalui pembuktian. Sebuah jalan yang mampu menggugah kesadaran. Menganulir
keyakinan yang sempat tertanam dalam.
Sama halnya dengan Tigor. Meskipun semua
pencapaiannya dalam hal pendidikan, jabatan, hingga harta yang tak sedikit sama
sekali tidak dianggap, ia lebih memilih untuk tetap bersabar. Berharap hati
yang sekeras batu perlahan melunak dan dapat menilai dengan adil pada dirinya.
Hesty dan Tigor memang sempat menyerah pada
sebuah peristiwa yang berbeda, tetapi sama-sama mengundang kesalahpahaman.
Namun, kesabaran dan kesetiaan keduanya menjadi harga yang layak dibayar.
Kelebihan
dan Kekurangan
Penulis dalam salah satu postingan Instagram
miliknya pernah menyampaikan bahwa cover novel Hello ini cantik sekali. Tidak
bermaksud melebih-lebihkan, tetapi cover novel Hello ini memang secantik itu.
Imut, malahan. Ini menambah kesan bahwa novel Hello memang didedikasikan
sebagai novel remaja.
Ketebalan novel yang sebanyak 300 halaman lebih
ini terbilang sedikit mengingat alur cerita yang mengalir lurus. Meskipun
maju-mundur. Masa kini dan masa lalu. Bahasa yang ringan juga membantu pembaca
hanyut dan tidak terasa jika telah sampai di ujung cerita.
Pengembangan tokoh cukup jelas tersampaikan.
Ana, Hesty, dan Tigor. Begitu juga dengan tokoh penunjang lainnya, memiliki
porsi yang bisa dikatakan cukup pas seperti Patrisia, Rita, dan Laras. Tidak
kurang juga tidak berlebihan. Bahkan, cerita tentang para karyawan Ana di
kantor cukup menghibur.
Konflik yang dihadirkan dalam novel Hello,
cukup mampu membuat pembaca merasa gemas dan geregetan. Tigor yang sempat
kekanakan dalam menghadapi tantangan hubungan. Hesty yang emosional dan
tergesa-gesa dalam menyimpulkan. Dan tentu saja, Raden Wijaya yang keras hati,
keras kepala sampai tutup usianya.
Novel Hello sepertinya agak kurang menarik
minat pembaca yang menggemari fiksi dengan konflik yang rumit serta kasus-kasus
yang menaikkan adrenalin. Membuat bergidik. Jangan pula berharap menemukan
adegan maupun cerita vulgar sebagaimana novel cinta dewasa. Novel Hello lebih
memberikan kesan yang heart-warming.
Rekomendasi
Novel Hello yang dikategorikan sebagai novel
remaja ini perlu menjadi salah satu referensi kisah cinta bagi muda-mudi masa
kini. Menyadarkan bahwa perasaan cinta perlu diperjuangkan untuk bisa bersama.
Bahwa restu orang tua harus didapatkan dengan pembuktian, kesungguhan, dan
kesabaran.
Pembaca yang masih berusia belasan atau awal
dua puluhan juga dapat menemukan referensi terkait bagaimana menjadi pasangan
yang baik. Bahkan, bisa mendapatkan pemahaman mengenai kriteria teman hidup yang baik (secara
universal) bagi dirinya.
Raden Wijaya dengan pola pendidikan yang
diterapkan dan cara pandang terhadap pernikahan anak-anaknya di sini juga layak
menjadi perhatian. Utamanya bagi generasi milenial yang telah menjadi orangtua
sebagai bahan perenungan. Kelak, anak kita hidup di zaman yang berbeda dengan
zaman kita saat masih anak-anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar