Resensi Buku Tjokroaminoto Guru Para Pendiri Bangsa
Judul Buku :
Tjokroaminoto Guru Para Pendiri Bangsa
Penulis :
Tim Redaksi Majalah TEMPO
Penerbit :
KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Tahun Terbit : Cetakan Ketiga, Februari 2016
Jumlah Halaman : 143
halaman
Harga :
Rp 50.000,-
Inspirasi Perjalanan Hidup Sang Raja Tanpa Mahkota
Oleh
: Nurul Khotimah
Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia
kita mengenal tokoh – tokoh besar seperti Soekarno yang kemudian menjadi founding father Republik Indonesia
dengan pemahaman nasionalismenya yang sangat kental. Kartosuwiryo yang
terkenal dengan pemberontakan DI/TII nya dengan pemahaman islam yang sangat fanatic. Semaoen, Musso dan
Alimin yang menjadi tokoh – tokoh sentral dalam PKI (Partai Komunis Indonesia)
dan merupakan murid HOS Tjokroaminoto yang awalnya sangat dekat dengannya,
namun kemudian justru melakukan perlawanan terhadap Sarekat Islam yang diketuai
oleh Tjokro sendiri. Mereka bertiga berhasil memprovokasi Sarekat Islam Banten
untuk mengganti kedudukan Tjokro di tahun 1923. Kita juga kenal pula HAMKA
(Haji Abdul Malik Karim Amrullah), seorang tokoh besar Islam sekaligus
sastrawan dan pernah menjadi ketua MUI. Hamka bisa dikatakan murid terbungsu
dari Tjokro.
Ya, tokoh – tokoh besar itu dulunya belajar pada HOS
Tjokroaminoto. Seorang ulama, sekaligus cendekiawan, orator ulung, berkarisma
dan memahami wawasan dan pemahaman yang luas akan negara. Mereka belajar pada
Tjokroaminoto selama mereka sedang menempuh masa pendidikan tingginya di
Surabaya. Mereka menyewa kamar kos di Peneleh, Surabaya, tempat tinggal
keluarga Tjokroaminoto.
Tjokro dikenal sebagai bapak bangsa yang melahirkan
tokoh besar dengan beragam warna seperti yang dijelaskan di awal. Kemampuan,kecerdasan, sifat dan kepribadian
dari Tjokro banyak diajarkan dan diserap oleh murid – muridnya. Soekarno
berlatih pidato hingga menjadi mengagumkan karena seringnya mengikuti dan
melihat Tjokro ketika berorasi di depan rakyat, di daerah – daerah. Hamka bahkan
pernah mengungkapkan hubungannya dengan Tjokro dengan mengatakan “Saya tidak
dapat melupakan almarhum HOS Tjokroaminoto yang telah menunjukkan pandangan
Islam dari segi ilmu pengetahuan barat, ketika beliau mengajarkan kepada saya
tentang Islam dan Sosialisme ketika saya datang ke Yogya tahun 1924”.
Buku biografi Resensi Buku Tjokroaminoto yang dibuat oleh tempo ini lebih banyak membahas tentang kehidupan
berorganisasi dan pergerakan Tjokro dalam melawan penindasan yang dilakukan
Belanda lewat berbagai organisasi mulai dari Boedi Oetomo, Perkumpulan Ronda,
hingga masuk dalam Sarekat Dagang Islam karena memang pada dasarnya Tjokro
sendiri juga bergerak pada bidang perdagangan. Tjokrolah yang kemudian
menyelamatkan Sarekat Dagang Islam hingga menjadikannya menjadi Sarekat Islam
dan menjadikannya organisasi yang sangat besar kala itu dengan tujuan
menyelamatkan masyarakat dan bangsa Indonesia dari ketertindasan.
Selain itu, buku ini mengisahkan bagaimana Tjokro
mendidik para tokoh bangsa seperti Soekarno, Musso, Alimin, Semaoen
dan Kartosuwiryo di bab “Sekolah Politk di Gang Peneleh”. Pergerakan Tjokro
banyak terlihat dari mimbar – mimbar umum yang terisi oleh pidato – pidatonya
yang menggelegar seperti dijelaskan dalam bab “Hanoman Jagoan Pidato”. Gaya
orasinya yang menggelegar dan mampu menyihir ribuan orang itu kemudian ditiru
oleh Soekarno, Selain di mimbar,
pergerakan Tjokro juga dia tuangkan pada tulisan – tulisan di surat kabar
Oetosan Hindia, surat kabar Sarekat Islam yang merupakan corong bagi pergerakan
organisasi tersebut. Ini dikisahkan dalam bab “Bergerak Lewat Oetosan Hindia”.
Lalu pada bab “Mesiah dari Tanah Jawa”, menceritakan tentang betapa gencarnya
Tjokro dalam pergerakan hingga dikenal memiliki banyak pengikut setia, ambisius
dan bertangan besi dalam menyingkirkan lawan politiknya, Tjokro dianggap
sebagai jelmaan Ratu Adil.
Buku ini juga menggambarkan bagaimana dinamika hubungan
Tjokro dengan murid – muridnya yang kos di belakang rumahnya. Tjokro memahami
pentingnya rapat umum dan keberanian bicara menggalg massa. Di meja makan rumah
gang Peneleh, ilmu pergerakan modern itu ditularkan pada Alimin, Musso, Sukarno
dan Kartosuwiryo. Pada bab “Soekarno Muridku, Menantuku”, menceritakan tentang
pernikahan Siti Oetari, anak Tjokro dengan Soekarno sekaligus ada bagian kecil
yang mengisahkan tentang meninggalnya Soeharsikin, Istri Tjokro. Tjokro juga
pernah bertemu Tan Malaka dalam perhelatan Central Sarekat Islam, dan Tan
Malaka mengakui bahwa Sarekat Islam adalah satu – satunya organisasi yang bisa
disebut partai massa. Ini diceritakan pada salah satu bab yaitu “Perjumpaan
Tan”.
Bagian Resensi Buku
Tjokroaminoto Guru Para Pendiri Bangsa
Secara umum, buku ini terbagi dalam 5 bagian. Bagian 1
Induk Semang Para Pejuang berisi sekilas tentang perjuangan Tjokro dan
interaksi dengan tokoh – tokoh besar. Bagian 2 Revolusi dari Laweyan merupakan
bagian tentang perjalanan keorganisasiannya hingga menjadi pemimpin Sarekat
Islam. Bagian 3 Jejak Langkah Sang Guru yang berisi sepak terjang Tjokro dalam
pergerakannya melawan feodalisme dan Belanda serta membesarkan organisasi
Sarekat Islam dengan berbagai tantangannya terutama saat disusupi oleh PKI.
Bagian 4 Penghuni Belakang Rumah menceritakan tentang Tjokro dan murid –
muridnya hingga metamorfosa murid – muridnya dengan berbagai warna ideologinya.
Bagian 5 Kolom – Kolom yang berisi ulasan – ulasan opini yang diulas secara
akademis juga oleh sejarawan dalam dan luar negeri seperti Anhar
Gonggong,Bonnie Triyana dan Takashi Shiraishi.
Buku ini memiliki kelebihan pada sistematika pembahasan
yang runtut dan berfokus pada perjalanan sentral dari seorang Tjokro. Alurnya
mudah dipahami. Bahasanya ringan dan relatif tidak ditemukan kosakata yang
sulit dipahami. Jenis kertas kuning yang digunakan, font dan spasi yang jelas
membuat buku ini nyaman dibaca. Adanya gambar – gambar penunjang seperti
dokumentasi artikel – artikel yang pernah ditulis Tjokro, foto – foto Tjokro
dengan pengurus Sarekat Islam menjadikan nuansa buku biografi ini semakin
terlihat historisnya. Sumber – sumber yang digunakan juga valid karena
mengundang langsung keturunan Tjokro untuk berdiskusi antara lain Haryono
Sigit,anak kedua Tjokro. Redaksi Tempo juga memberikan daftar buku yang bisa
dijadikan rujukan untuk mendalami tentang Tjokro sehingga akan memberi panduan
bagi pembaca bila ingin mendalami. Adanya indeks di belakang buku memudahkan
untuk pencarian cepat. Membeli buku ini juga akan mendapatkan bonus poster yang
berisi alur hidup Tjokro dari sejak awal perjuangannya hingga akhir hayatnya
dalam ilustrasi gambar yang sangat menarik bertajuk “Sang Raja Tanpa Mahkota”.
Kekurangan buku ini menurut saya terletak pada
pembahasan masa kecil-remaja Tjokro yang justru tidak dibahas. Sebagai buku
biografi rasanya akan kurang jika belum membahas masa kecil-remaja dari tokoh
tersebut. Bagi pembaca yang suka membaca biografi yang detail dan lengkap, buku
ini rasa – rasanya kurang memuaskan keingintahuan pembaca karena setiap bab nya
dibahas singkat antara 3-5 lembar saja. Bisa dibilang buku ini merupakan
biografi singkat dan mengambil tema tertentu saja dari Tjokro yaitu
pergerakannya dan bagaimana dia menjadi guru untuk para tokoh.
Resensi Buku Tjokroaminoto ini direkomendasikan untuk mahasiswa sejarah, dosen, akademisi,
sejarawan, peneliti sejarah pergerakan dan masyarakat pada umumnya yang
tertarik mengetahui tentang Tjokroaminoto, Guru Para Pendiri Bangsa.