Tampilkan postingan dengan label parenting. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label parenting. Tampilkan semua postingan

Resensi Buku Tantrum: Seri Panduan Praktis Keluarga


Judul Buku      : Tantrum – Panduan Memahami dan Mengatasi Ledakan Emosi Anak (Edisi Terjemahan)
Penulis             : Eileen Hayes
Penerbit           : Penerbit Erlangga
Tahun Terbit    : 2003
Jumlah Hal.     : 96 Halaman
Cover Buku     : Soft Cover
Jenis Buku       : Parenting
Mengenal Lebih Dekat Tantrum Pada Batita
Oleh: Widya Isni Agustin
           
           
Salah satu permasalahan terbesar bagi orang tua dalam mengasuh anak adalah ketika anak mengalami tantrum. Hampir tidak ada orang tua yang anaknya tidak mengalami tantrum. Kurangnya ilmu pengetahuan dan juga pengalaman tentang tantrum, menjadikannya sebagai permasalahan yang terlihat rumit dan mustahil untuk diatasi dengan kepala dingin.

            Namun, kita sangat beruntung dengan hadirnya buku yang ditulis oleh Eileen Hayes. Buku ini memaparkan dengan sangat jelas bagaimana tantrum terjadi, apa yang harus dilakukan saat anak mengalami tantrum, hingga bagaimana membuat kesepakatan dengan anak agar tantrum dapat dicegah.

Definisi dan Jenis Tantrum

            Menurut kamus, definisi tantrum adalah suatu ledakan amarah yang terjadi pada anak yang berusia 18 bulan hingga usia 3 tahun atau lebih. Bahkan, ada juga anak-anak yang masih mengalami tantrum walaupun usianya sudah 5 atau 6 tahun.

Menurut Psikolog Michael Potegal dalam penjelasannya di Temper Tantrums in Young Children, tantrum dibagi menjadi dua jenis, yaitu tantrum amarah dan tantrum kesedihan. Khasnya, anak yang mengalami tantrum amarah akan menendang, memukul, dan berteriak. Sedangkan jika sedang mengalami tantrum kesedihan, anak akan menjauh dan menangis terisak.

            Mengejutkannya, terdapat sebuah penelitian yang membuktikan bahwa ada keterkaitan antara tantrum yang berkelanjutan dengan tindakan kriminal di usia dewasa. Maka dari itu, tantrum harus ditangani dengan tepat agar tidak berkelanjutan dan merugikan banyak pihak di kemudian hari.

            Lalu, apakah semua anak mengalami tantrum? Tidak. Tidak semua anak mengalami tantrum. Akan tetapi mayoritas anak mengalaminya. Ada anak yang meluapkan kemarahan dan kesedihannya secara jelas. Namun, ada pula anak yang lebih memilih untuk diam dan tidak berkata apa pun sebagai wujud amarah dan kesedihannya.

Pemicu Tantrum

            Ada banyak hal yang bisa memicu anak mengalami tantrum. Biasanya, anak yang tantrum ingin mendapatkan perhatian. Karena dengan tantrum orang tua akan memberikan perhatian yang lebih. Sehingga anak merasakan kepuasan dan ingin melakukannya lagi.

            Penyebab tantrum yang paling sering adalah saat mereka menginginkan sesuatu namun tidak bisa mendapatkannya. Atau merasa sangat lelah dan lapar sehingga memberikan respon yang tidak pada tubuh dan terjadilah tantrum.

Penyebab lainnya adalah karena merasa cemburu dengan saudaranya atau dengan teman sebayanya. Orang tua yang memiliki anak lebih dari satu berpotensi lebih tinggi anak mereka akan mengalami tantrum jika tidak dapat memperlakukan anak mereka dengan adil.

Cara Mencegah Tantrum

            Lalu, pertanyaannya adalah apakah tantrum bisa dicegah? Kebanyakan orang tua pasti berpikir bahwa tantrum mustahil untuk dicegah. Sepertinya tantrum dan anak-anak adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Padahal, keyakinan mereka adalah salah.

            Tantrum dapat dicegah dengan cara mengenali penyebabnya sejak dini. Kemudian menyiapkan strategi agar tantrum tidak terjadi. Sedangkan untuk efek jangka panjangnya adalah dengan pendekatan yang positif.

            Contoh cara untuk mencegah tantrum adalah menetapkan aturan main yang jelas. Misalkan anak diberi jatah waktu untuk melihat YouTube selama 5 menit. Setelah waktu habis, konsekuensinya adalah tidak boleh menonton YouTube lagi. Pada mulanya mungkin terasa berat. Tapi seiring berjalannya waktu, anak akan mengerti bahwa ada aturan yang harus dipatuhi.

            Cara lainnya adalah dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk mencoba. Tidak bisa dipungkiri, batita adalah masa di mana mereka akan sering mengeksplore apa saja yang mereka temui. Berikan kesempatan kepada mereka untuk mencoba bermain perosotan atau hal lainnya yang menarik perhatian mereka. Pengawasan yang ketat menjadi kunci untuk cara ini.

            Memberikan kesempatan kepada anak untuk memilih pakaiannya sendiri juga bisa menjadi cara untuk menghindari tantrum. Anak akan merasa sangat senang dapat memilih pakaian yang dia inginkan. Kecuali, jika kondisi benar-benar tidak memungkinkan seperti harus memakai pakaian yang tebal saat musim dingin.

Pendekatan Positif

            Tantrum yang berkepanjangan tidak baik untuk tumbuh kembang anak. Terutama untuk perkembangan mental dan sosialnya. Tantrum memang merupakan salah satu tahap perkembangan yang wajar pada batita. Namun, tidak bisa diabaikan begitu saja. anak harus diajarkan bagaimana mengenali dan mengelola emosinya sejak dini.

            Menurut buku Tantrum karya Eileen Hayes, pendekatan positif dapat menjadi jalan keluar untuk mencegah tantrum berkelanjutan. Pendekatan positif sendiri terdiri dari 3 hal, yaitu pengasuhan positif, disiplin positif, dan menggunakan humor.

            Pengasuhan positif lebih mengarah kepada gaya pengasuhan dan memahami kebutuhan anak secara utuh. Secara umum, anak membutuhkan cinta, perhatian, pujian, rasa hormat, dan konsistensi. Maka penuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut tanpa terkecuali.

            Secara garis besar, gaya pengasuhan ada 3 jenis, yaitu gaya pengasuhan otoriter, permisif, dan asertif/demokratis. Khasnya dari gaya pengasuhan otoriter adalah sering memerintah anak, memberikan hukuman yang keras pada anak (seringkali hukuman fisik), dan banyaknya aturan-aturan yang harus dipatuhi.

            Anak yang dibesarkan dengan gaya pengasuhan otoriter akan tumbuh menjadi anak yang tertekan, keras, hingga anti sosial.

            Sedangkan gaya pengasuhan permisif adalah kebalikannya. Anak diumpakan sebagai raja. Segala perintah dan kemauan anak harus dipenuhi. Seringkali orang tua menjadi “budak” anak. Anak yang dibesarkan dengan gaya pengasuhan seperti ini akan tumbuh menjadi anak yang egois dan tidak peduli dengan kepentingan orang lain.

            Gaya pengasuhan yang ideal adalah gaya pengasuhan yang ketiga, yaitu gaya pengasuhan asertif atau demokratis. Di mana orang tua dan anak memahami dan menjalankan hak dan kewajibannya secara seimbang. Anak yang dibesarkan dengan gaya pengasuhan ini akan tumbuh menjadi anak yang mandiri, menghormati orang tua, dan berguna bagi masyarakat sekitar.

            Pendekatan positif selanjutnya adalah dengan menerapkan disiplin positif. Disiplin yang positif khasnya akan melakukan sosialisasi terlebih dahulu dengan anak. Kemudian menetapkan batasan-batasan yang jelas. Dan tidak segan untuk memberikan penghargaan jika anak melakukan hal-hal yang positif.

            Disiplin negative tidak disarankan di sini. Karena disiplin negative tidak membentuk kesadaran pada anak. Bahkan hanya akan memberikan efek negative kepada anak. Ciri yang paling menonjol dari disiplin negative adalah memberikan hukuman yang keras kepada anak yang melanggar aturan seperti pukulan.

            Terakhir, pendekatan positif untuk menghadapi badai tantrum adalah dengan menggunakan humor. Berusahalah untuk merubah tingkah laku anak yang menjengkelkan menjadi sebuah humor. Walaupun terlihat sulit tapi anda dapat belajar untuk mencobanya. Cara ini sangat tepat agar orang tua tidak stress menghadapi anak yang sedang tantrum. Dengan begitu, tantrum dapat diatasi dengan cara yang tepat.

            Buku Tantrum karya Eileen Hayes sangat membantu orang tua yang bermasalah terhadap anak-anak mereka yang mengalami tantrum. Buku ini sangat cocok dijadikan sebagai panduan orang tua untuk memperluas ilmu parenting.

            Bahasa yang mudah dimengerti, disertai contoh-contoh riil dari narasumber, menambah wawasan yang positif bagaimana menghadapi anak yang tantrum. Penjelasan yang disertai dengan gambar berwarna menjadikan pembaca tidak bosan saat memahami apa yang disampaikan penulis.