Resensi Buku Senyum Manis Wali Songo


Judul buku                  : Senyum Manis Wali Sanga
Pengarang                   : Wawan Susetya
Penerbit                       : Diva Press
Jumlah halaman           : 408 Hal
Tahun terbit                 : 2009
Dimensi buku              : 13,7 cm X 20  cm

Syiar Tanpa Pedang
Oleh: Firmanto
Beralihnya mayoritas penduduk Nusantara khususnya pulau Jawa dari yang awalnya beragama Hindu-Buddha dibawah naungan kerajaan Majapahit (merupakan kerajaan terbesar sepanjang sejarah yang pernah berdiri di wilayah Nusantara) menjadi beragama Islam merupakan fenomena kesuksesan yang luar biasa dalam dakwah Islam. Dalam urusan syiar dakwah Islam, gebrakan dan sepak terjang Wali Sanga di bumi Nusantara, khususnya di tanah Jawa tak diragukan lagi. bukan hanya kalangan pakar atau cendekiawan muslim tanah air saja yang mengaguminya, tetapi juga para intelektual muslim mancanegara. Dakwah yang dilakukan para ulama yang dikalangan masyarakat Islam di Indonesia lebih dikenal sebagai para Wali Sanga sungguh sangat fenomenal.
Beberapa ulama yang tergabung dalam dewan Wali Sanga berasal dari luar Nusantara yang tentu berbeda bahasa dan kebudayaan. Misalnya Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik yang berasal dari Samarkand (negeri di Asia tengah) dan Raden Rahmat yang biasa disebut Sunan Ampel (putra dari Maulana Malik Ibrahim) juga berasal dari negeri Campa (Thailand-Kamboja). Mereka berdua tidak mengalami kesulitan berarti dalam dakwah kepada masyarakat Jawa. Motivasi yang tinggi untuk mengemban amanah dakwah ke seluruh penjuru dunia menjadi dorongan yang membuat perbedaan budaya dan bahasa bukanlah menjadi halangan yang berarti.
Keberhasilan Wali Sanga dalam dakwah di bumi Nusantara tentu ada kuncinya. Metode dakwah yang bersifat lentur, luwes dan moderat merupakan strategi dakwah yang handal, yang sukses menarik perhatian masyarakat Nusantara, sehingga mau dengan hati yang lapang memeluk agama Islam. pendekatan kultural yang dilakukan Wali Sanga diantaranya menggunakan media kesenian seperti wayang kulit, tembang macapat, seni ukir, baju takwa, menciptakan kentongan dan beduk di masjid, dsb. Sunan Kudus dan Kalijaga misalnya, tidak secara frontal mengubah tradisi kebiasaan masyarakat yang biasa mengadakan selamatan dengan memeprsembahkan sesajen kepada ruh leluhur atau para Dewa, maka secara perlahan-lahan, kegiatan tersebut di isi dengan nilai-nilai Islam, mulai dari bacaan-bacaannya atau memaknai kegiatan selamatan tersebut sebagai bentuk shadaqah. Ke-9 Wali, mulai dari Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik), Raden Rahmat (Sunan Ampel), Raden Paku (Sunan Giri), Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Qosim (Sunan Drajad), Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), Ja’far Shodiq (Sunan Kudus), Raden Said (Sunan Kalijaga) dan Raden Umar said (Sunan Muria) diceritakan dengan cukup rinci mengenai perjalanan dakwah di berbagai daerah di tanah Jawa. Sebelum dijelaskan kisah perjalanan para Wali, dijelaskan juga bagaimana situasi terakhir kerajaan Majapahit sebelum digantikan oleh Kesultanan Islam pertama yang beridiri di tanah Jawa, Kesultanan Demak. Sehingga pembaca akan mengetahui konteks situasi dan kondisi masyarakat Jawa sebelum menerima dakwah Islam, dari realitas konteks situasi dan kondisi tersebut menjadi pijakan dalam pembuatan strategi dakwah para Wali Sanga.
Buku Senyum Manis Wali Sanga (Sebuah Novel Syiar Tanpa Pedang Para Wali Tanah Jawa) hendak menunjukkan bagaimana usaha-usaha para Wali dalam mendakwakan Islam di masyarakat Nusantara khususnya Jawa yang meyoritas sudah beragama Hindu-Buddha dan sebagian juga masih menganut kepercayaan animisme dinamisme. Dari paparan sejarah tersebut dapat kita para generasi Islam baik dari kalangan akademisi maupun masyarakat Islam pada umumnya bisa meneladani kisah perjuangan dakwah para Wali.


Buku ini walaupun sangat detail dalam memaparkan sejarah dakwah Islam yang dilakukan Wali Sanga. karena ditulis dalam bentuk novel, maka pembaca akan sangat mudah sekali dalam memahami rangkaian sejarah yang disajikan. Gaya bahasa dalam buku ini juga sangat ringan sehingga pembaca dari latar belakang apapun, baik akademisi maupun masyarakat umum tidak akan merasa kesulitan untuk memahami isi buku. Bagi masyarakat yang ingin meneladani atau mengambil hikmah dari kisah perjuangan dakwah Wali Sanga yang sangat fenomenal itu, maka buku ini sangatlah tepat menjadi salah satu rujukan utama. Satu-satunya kekurangan buku ini menurut saya adalah tidak tersedianya daftar pustaka yang menjadi sumber rujukan dari seluruh kisah dalam buku ini. Namun memang beberapa bagian di isi buku ini penulis beberapa kali menyebut sumber atau bukti sejarahnya.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar